Saat Puncak Kehidupan kita capai, sebenarnya untuk siapakah itu?

 

Ilustrasi foto: Mencapai Puncak Kehidupan

29 Mei 1953 adalah hari yang bersejarah. Saat itu Sir Edmund Hillary berhasil menaklukkan gunung tertinggi di dunia, Mount Everest, sehingga namanya tercatat dalam sejarah, bahkan mendapat gelar kebangsawanan dari Kerajaan Inggris.

Namun dibalik kesuksesannya, ada jasa seorang pemandu Nepal yang disebut sherpa, Tenzing Norgay, yang memandu dan mengantarkan Sir Edmund Hillary ke Puncak Mount Everest. Saat mereka kembali dari puncak gunung, para reporter berebutan mewawancarai dan memberikan selamat pada Sir Edmund Hillary. Namun ada seorang reporter yang mewawancarai Tenzing Norgay. Berikut cuplikannya:

Reporter : Bagaimana perasaan Anda dengan keberhasilan menggapai puncak gunung tertinggi di dunia?

Tenzing Norgay : Sangat senang sekali


Reporter : Anda seorang Sherpa bagi Edmund Hillary, tentunya posisi anda berada di depan dia, bukankah seharusnya anda yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak Mount Everest ?


Tenzing Norgay : Ya, benar sekali, pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya persilakan dia untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama di dunia yang berhasil menggapai Puncak Gunung Tertinggi di dunia...


Reporter : Mengapa Anda lakukan itu?


Tenzing Norgay : Karena itulah impian Edmund Hillary , bukan impian saya…..Impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih impiannya.

 

Percakapan ini memiliki arti yang mendalam tentang sebuah tujuan hidup.  Dalam kehidupan kita sehari-hari, saat puncak kehidupan, karier, kesehatan, studi, finansial, semua kita dapatkan.  Apakah kita dapat menjadi seorang sherpa bagi Sang Pencipta?  Ataukah kita menempatkan Dia sebagai sherpa bagi diri kita? tentunya kita dapat menilai diri kita masing-masing.

 

Penulis: Tjhia Yen Nie
Editor : David Tobing
Ilustrasi foto : imagoDeus