Kasih itu bukan sekedar kata-kata, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

Kesaksian adalah tugas penting yang harus dijalankan Gereja di dunia ini. Gereja harus menjalankan fungsi kesaksiannya serta mempersiapkan orang-orang percaya untuk bersaksi bagi Kristus. Kesaksian itu dapat dijalankan dalam tiga bentuk yang saling melengkapi, yaitu melalui kehidupan, pelayanan kasih, dan pemberitaan Injil.

Tuhan Yesus memberikan teladan bagi kita dalam bersaksi. Alkitab mencatat, bahwa Tuhan Yesus berkeliling ke semua kota dan desa untuk mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan (Mat. 9:35). Ia bersaksi melalui kehidupan, pelayanan kasih, dan pemberitaan Injil. Kesaksian yang holistik itulah yang diajarkan-Nya kepada murid-murid-Nya.

A. BERSAKSI MELALUI KEHIDUPAN

Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa mereka adalah garam dan terang dunia (Mat. 5:13- 16). Dengan pernyataan itu, Ia hendak mengajarkan kepada murid-murid-Nya, agar mereka bersaksi melalui kehidupan yang menjadi garam dan terang di tengah dunia ini.

Tuhan Yesus berkata, “Kamu adalah garam dunia” (Mat. 5:13a). Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkan makanan, dan mengobati penyakit. Sejak zaman dulu orang menggunakan garam untuk memberikan cita rasa pada masakan, sehingga makanan yang dimasak menjadi enak rasanya. Garam juga dipakai untuk mengawetkan. Itu sebabnya ada ikan asin, daging asin, sayur asin, dan telur asin. Selain itu, garam juga sering digunakan dalam proses pengobatan penyakit, misalnya membersihkan penyakit kulit dengan air garam atau memberi infus air garam pada orang yang sakit agar cepat sembuh. Sebagai garam dunia, murid-murid Kristus diajar untuk bersaksi melalui kehidupannya yang memberikan cita rasa pada dunia, melanggengkan apa yang baik, serta mengobati masyarakat yang sakit.

Tuhan Yesus berkata, “Kamu adalah terang dunia” (Mat. 5:14). Terang yang sesungguhnya adalah Tuhan Yesus (Yoh. 8:12), tetapi murid-murid-Nya juga adalah terang dunia (Mat. 5:14), sebab orang-orang yang mengikut Dia tidak lagi berjalan di dalam kegelapan melainkan mempunyai terang hidup (Yoh. 8:12b). Fungsi dari terang adalah untuk menerangi orangorang di sekitarnya, sehingga mereka merasa aman dan nyaman melakukan aktivitasnya. Terang juga memberikan petunjuk untuk mengarahkan pada jalur yang benar dan memberikan peringatan terhadap bahaya. Hal ini dapat dilihat pada fungsi lampu-lampu di bandara yang mengarahkan pesawat-pesawat yang berangkat dan tiba, ataupun mercusuar yang mengarahkan kapalkapal dan memberikan tanda bila ada bahaya. Sebagai terang dunia, muridmurid Kristus diajarkan untuk bersaksi melalui kehidupannya yang menjadi terang di tengah keluarga, tempat kerja, lingkungan masyarakat dan dunia.

Kehidupan Kristen yang tidak berfungsi menjadi saksi Kristus diibaratkan sebagai garam yang telah menjadi tawar (Mat. 5:13) yang tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang; atau diibaratkan sebagai pelita yang diletakkan di bawah gantang (Mat. 5:15). Orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang. Ia malah akan menaruh pelita itu pada tempatnya, supaya memberi terang kepada setiap orang di dalam rumah. Begitu juga terang murid-murid Kristus harus bersinar di hadapan orang-orang di sekitarnya, supaya mereka melihat perbuatan-perbuatan yang baik dari para pengikut Kristus, lalu memuliakan Bapa yang di surga (Mat. 5:16).

B. BERSAKSI MELALUI PELAYANAN KASIH

Kasih adalah inti dari seluruh Alkitab (Mat. 22:37-40). Dengan mempraktikkan kehidupan yang saling mengasihi, murid-murid akan menjadi saksi Kristus yang efektif. Tuhan Yesus berkata, ”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34-35). Kehidupan murid-murid Kristus yang saling mengasihi menjadi kesaksian yang indah bagi orang-orang lain.

Kasih Kristus, selain diwujudkan dalam kehidupan yang saling mengasihi, juga harus dinyatakan dengan melakukan pelayanan kasih kepada mereka yang membutuhkan. Kasih itu bukan sekedar kata-kata, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Salah satu wujud kasih adalah menyatakan kepedulian dan melakukan pelayanan kepada mereka yang miskin, berkekurangan, tersingkir, dan tertindas. Dalam Matius 25:31- 46 Tuhan Yesus mengajarkan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan orangorang percaya kepada mereka yang lemah itu berarti telah melakukannya untuk diri-Nya. Sebaliknya, jika mereka tidak peduli terhadap orang-orang yang membutuhkan tersebut, dan tidak melakukan apa-apa untuk mereka, berarti mereka tidak melakukannya juga untuk Tuhan.

Pelayanan kasih dapat bersifat karitatif, reformatif, ataupun transformatif. Pelayanan kasih yang bersifat karitatif dilakukan oleh beberapa gereja pada saat ini, yaitu memberikan bantuan yang dibutuhkan, seperti makanan, pakaian, obat-obatan dan kebutuhan lainnya. Tetapi ada juga gereja yang sudah melakukan pelayanan kasih yang bersifat reformatif, yaitu menekankan aspek pembangunan. Pendekatannya adalah pembangunan komunitas, seperti pembangunan pusat kesehatan, penyuluhan, bina masyarakat, dan koperasi. Ada pula gereja yang melakukan pelayanan kasih yang bersifat transformatif, yaitu mentransformasi masyarakat dan bersama dengan mereka memperjuangkan hak-hak hidup mereka, seperti hak memperoleh makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, pekerjaan, dan lingkungan yang sehat, yang telah hilang atau dirampas oleh pihak lain yang lebih kuat. Pelayanan yang dilandasi oleh kasih Kristus, baik yang bersifat karitatif, reformatif ataupun transformatif kepada pribadi, keluarga, ataupun masyarakat yang membutuhkan, merupakan suatu kesaksian yang menjadi berkat bagi sesama dan memuliakan Allah.

C. BERSAKSI MELALUI PEMBERITAAN INJIL

Tuhan Yesus menghendaki agar muridmurid bersaksi melalui pemberitaan Injil. Ia sendiri memberitakan Injil (Mat. 9:35), dan Ia pun memberikan amanat agar murid-murid-Nya memberitakan Kabar Baik itu kepada orang-orang lain. Ketiga Injil Sinoptis mencatat, bahwa ketika Yesus melayani dari desa ke desa, Ia memanggil kedua belas murid-Nya, dan mengutus mereka berdua-dua (Mat. 10:5-15; Mrk. 6:6b13; Luk. 9:1-6). Penginjil Lukas juga mencatat, bahwa Tuhan Yesus menunjuk tujuh puluh murid, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: ”Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerjapekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Luk. 10:1-3).

Pada saat memulai pelayananan-Nya di dunia, Tuhan Yesus memanggil orangorang untuk menjadi murid-murid-Nya dan berkata: ”Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mat. 4:19; Mrk. 1:17). Setelah bangkit dari kematian, sebelum terangkat ke surga, Ia memberikan amanat kepada para murid untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya (Mat. 28:18-20). Agar mereka dapat bersaksi dengan efektif, Ia telah mengutus Roh Kudus untuk memperlengkapi mereka dengan kuasa (Kis. 1:8; bd. Kis. 2). Panggilan, amanat dan kuasa dari Tuhan Yesus itu menunjukkan, bahwa memberitakan Injil sangat penting dan harus ditunaikan oleh semua murid-Nya.

Untuk memberitakan Injil perlu ada hati, aksi, dan hikmat. Untuk itu kita bisa belajar dari seorang tokoh pekabaran Injil yang disaksikan Alkitab, yaitu Paulus. Kisah Para Rasul 17:16-34 memperlihatkan tiga karakter pemberita Injil yang dimiliki Paulus:

1. Ada hati untuk memberitakan Injil (Kis. 17:16)

Pada saat Paulus menunggu Timotius dan Silas di Atena, sangat sedih hatinya, karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala (Kis. 17:16). Mengapa ia bisa begitu sedih? Karena ia punya hati. Hati yang dikuasai kasih Kristus (2Kor. 5:14). Hati yang mengasihi domba-domba yang terhilang dan jiwa-jiwa yang akan binasa.

Ia tidak hanya melihat kondisi kota Atena dengan mata jasmaninya saja, tetapi juga dengan hatinya. Banyaknya patung berhala di segenap penjuru kota, mencerminkan keadaan spiritual masyarakat di kota Atena yang jauh dari Allah yang benar. Mereka sedang berjalan di jalan yang lebar menuju kepada kebinasaan, tetapi mereka sendiri tidak menyadarinya. Karena itu Paulus menjadi prihatin dan sedih.

2. Ada aksi untuk memberitakan Injil (Kis. 17:17-21)

Paulus tidak hanya berhenti pada tahap prihatin dan sedih, tetapi maju satu langkah ke depan, yaitu ada aksi untuk memberitakan Injil. Ia memberitakan Injil kepada dua kelompok orang. Pertama, ia memberitakan Injil kepada orangorang yang sudah mengetahui Alkitab Perjanjian Lama, tetapi belum sungguh-sungguh mengenal Kristus, Sang Juruselamat dunia. Kedua, ia memberitakan Injil kepada orang-orang yang sama sekali belum mengetahui isi Alkitab dan belum mengenal Allah (Kis. 17:17).

Paulus setia memberitakan Injil. Pada saat ia memberitakan Injil dengan setia, Tuhan pun membukakan jalan baginya. Tanpa diduga, orangorang Atena memberi kesempatan kepadanya untuk berbicara kepada orang banyak di sidang Areopagus (Kis. 17:18-21). Paulus menyambut kesempatan baik itu tanpa ragu, karena dia sudah siap sedia memberitakan Injil dalam segala keadaan (2 Tim. 4:2).

3. Ada hikmat untuk memberitakan Injil (Kis. 17:22-34)

Paulus memberitakan Injil dengan hikmat. Ketika diberi kesempatan berbicara kepada orang banyak di sidang Areopagus, maka ia menggunakan kesempatan itu dengan bijaksana. Hikmat Paulus tampak dalam caranya memberitakan Injil, yaitu:

Pertama, ia menghormati orangorang lain yang berbeda kepercayaan dengannya (Kis. 17:22). Ia tahu bahwa menyembah berhala itu tidak diperkenan oleh Allah (Ul. 5:8-9). Tetapi ia tidak mengejek mereka, dan tidak mengeluarkan kata-kata yang dapat menimbulkan antipati. Ia mengapresiasi kesalehan mereka, kendatipun tidak berarti ia setuju dengan pandangan iman mereka.

Kedua, ia membawa para pendengar untuk tertarik pada berita Injil (Kis. 17:23). Ia mulai berbicara dari apa yang mereka percayai, dan memakainya untuk menjadi jembatan. Ia telah melihat ada sebuah mezbah mereka yang bertuliskan “kepada Allah yang tidak dikenal”. Paulus mengatakan, “Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepadamu.” Cara Paulus ini membuat para pendengar menjadi tertarik untuk mendengarkan lebih lanjut. Pada saat mereka sudah tertarik, maka telinga, pikiran dan hati mereka pun lebih terbuka bagi Injil.

Ketiga, ia memberitakan Injil sesuai dengan konteks masyarakat setempat (Kis. 17:24-29). Ia memberitakan Injil dengan memakai istilah-istilah dan konsep yang sudah mereka ketahui, termasuk pemahaman umum mereka tentang Allah (Kis. 17:24-27). Ia juga menggunakan pemikiran tokoh-tokoh yang mereka kenal sebagai pengantar untuk menjelaskan Injil (Kis. 17:28- 29). Konteks masyarakat setempat sangat diperhatikan Paulus di dalam memberitakan Injil, sehingga Injil yang diberitakannya menjadi tidak terlalu asing bagi mereka. Dengan begitu, mereka bisa memahaminya dengan lebih baik.

Keempat, ia memberitakan Kristus yang telah mati dan bangkit (Kis. 17:30-34). Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan inti Injil yang sangat penting untuk disampaikan (1Kor. 15:2-4). Paulus mengontekstualkan cara penyampaian Injil, tetapi tidak mengompromikan isi Injil. Ia setia memberitakan Kristus yang telah mati dan bangkit untuk menebus dan menyelamatkan orangorang berdosa. Pada saat mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, ada yang mengejek dan ada yang menolak (Kis. 17:32). Itu adalah risiko yang harus ditanggung. Tetapi ada beberapa orang yang menjadi percaya, termasuk tokoh-tokoh masyarakat di Atena (Kis. 17:34). Itu adalah berkat yang mendatangkan sukacita.

Marilah kita bersaksi bagi Kristus. Kita dapat bersaksi bagi-Nya melalui kehidupan yang baik, pelayanan kasih, dan pemberitaan Injil. Itulah kesaksian holistik yang harus dilakukan Gereja dan setiap orang percaya.