1 Korintus 10:13

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”

Percayalah bahwa sakit penyakit yang kita alami adalah pencobaan biasa yang dikatakan pada Alkitab pasti tidak akan melebihi kekuatan manusia. Kita pasti mampu untuk melewatinya dengan kekuatan Allah. Terkadang, dengan diberi penyakit, kita akan semakin dekat dengan Allah dan lebih merasakan penyertaan-Nya dalam kehidupan kita. Tuhan mungkin tidak akan langsung menyembuhkan penyakit kita, tetapi satu hal yang pasti bahwa Dia akan menemani kita dan memberikan kekuatan untuk melewati penderitaan.

Perkenalkan nama saya Geoffrey Tumiwa. Saya lahir sebagai anak pertama dari 2 bersaudara. Bersama adik perempuan saya, kami melakukan pelayanan musik di beberapa gereja terutama di GKI Gunung Sahari, tempat keluarga kami beranggota. Tahun 2007, saya bersama keluarga pindah ke wilayah Tangerang Selatan. Sejak tahun 2011 saya, istri saya Wiwi Tumiwa, dan puteri kami satu-satunya Gwen Tumiwa, mulai melakukan ibadah di GKI Gading Serpong sebagai simpatisan. Lambat laun, kami pun terlibat dalam pembinaan musik di Teens & Youth. Dan hingga saat ini saya turut membantu di bagian sound system atau turut bermain musik di kebaktian umum. Meskipun begitu saya dan keluarga juga tetap pada saat-saat tertentu melakukan pelayanan musik di GKI Gunung Sahari, misalnya pada saat Natal maupun Jumat Agung. Istri saya saat ini bekerja di sebuah sekolah di Tangerang Selatan. Anak saya sudah sampai pada tahun terakhirnya di Fakultas Hukum di sebuah kampus di BSD. Saya sendiri tanpa terasa sudah memasuki tahun kesembilan bekerja di bidang radio dan multimedia sebuah lembaga rohani di Bogor.

Pada hari Sabtu, tanggal 21 Maret 2020, kira-kira jam 20.00, tanpa ada tanda apapun sebelumnya, tiba-tiba saya mendadak merasa menggigil sampai-sampai gigi bergemeretak. Sangat tidak menduganya, dan badan langsung demam. Karena berpikir positif, maka tetap dibawa istirahat saja tanpa minum obat. Esok paginya meskipun badan masih kurang nyaman, namun demam sudah turun. Tetapi malam harinya kembali naik menjadi 37,8 derajat Celcius. Pada hari Senin, tanggal 23 Maret, karena masih demam, sakit kepala, dan linu, maka kami ke dokter umum dengan diagnosa radang tenggorokan. Pada hari Selasa, tanggal 24 Maret, karena merasa tidak ada perubahan sedikitpun maka kami berobat ke dokter penyakit dalam. Tes darah dan foto toraks. Hasilnya terindikasi adanya virus dan bercak di paru-paru. Rabu 25 Maret, saya mengalami kesulitan bernafas dan dibawa ke UGD Rumah Sakit, kemudian cek laboratorium dan toraks lagi. Hasilnya ada penambahan bercak di paru-paru kanan, dan dirujuk ke RS rujukan sebagai suspect COVID-19.

Di saat ini saya mulai merasakan semua makanan yang saya makan terasa asin sekali. Tanggal 26 dan 27 Maret, kami mencoba ke RS rujukan untuk melakukan test SWAB tapi tidak berhasil. Senin pagi, 30 Maret, saya mengalami lemas dan kembali dibawa ke UGD RS. Setelah beberapa jam di UGD akhirnya dengan ambulans saya di bawa ke RSUD Banten untuk rawat inap. Sesampainya di UGD RSUD Banten saya melihat banyak orang yang sakit, bahkan saya melihat seorang ibu meninggal saat saya berada di sana. Hal tersebut menimbulkan ketakutan pada diri saya, karena saya mendengar banyak berita yang menakutkan tentang virus ini. Selama saya di RSUD tersebut, saya diberi Tuhan kesempatan untuk membantu beberapa pasien lain terutama yang lebih tua. Di antara mereka, ada yang masuk RS tersebut tanpa persiapan apa pun dari keluarganya. Bahkan keluarga mereka tidak tahu kondisi anggota keluarganya yang ada di RS. Juga ada lansia yang sulit berjalan ke toilet dan perlu membawa oksigen. Saya mencoba membantu dengan apa yang bisa saya lakukan, karena perawat baru masuk ke ruangan kami yang berisi 9 orang dalam waktu-waktu tertentu saja. Bel untuk memanggil perawat disediakan satu dan berlokasi di pintu masuk ruangan. Karena kondisi saya masih bisa berjalan, maka saya jadi tukang pencet bel. Dan pagi harinya di RSUD saya melakukan rapid test dan swab. Hasil rapid test saya positif – reaktif. Di kondisi seperti ini, saya memikirkan istri yang harus bolakbalik menyetir dalam jarak jauh untuk mengantarkan keperluan saya. Dan Tuhan memang mendengar isi hati saya. Besok siang nya pada tanggal 31 Maret, seorang dokter yang juga merupakan jemaat GKI Gading Serpong menghubungi saya via WhatsApp.

Beliau menanyakan jika saya dipindahkan ke RS Siloam Kelapa Dua mau apa tidak. Saya langsung menjawab, “Iya Dokter, saya mau…” Akhirnya setelah proses yang tidak mudah, karena mencari ambulans dalam kondisi ini juga sulit, saya berhasil dipindahkan ke RS Siloam Kelapa Dua pada pukul 5.00 pagi. Saya bersyukur bahwa Tuhan memberikan kekuatan untuk istri dan anak saya yang terus menunggu sepanjang malam dari pukul 9 malam sampai pagi di sekitar RS, karena saat itu mereka harus bertemu petugas ambulans setelah mengantar saya. Di RS Siloam Kelapa Dua saya diisolasi sendiri dalam satu ruangan. Berada dalam ruangan isolasi di mana tidak bisa dijenguk oleh siapa pun cukup membuat saya stress. Bayangan ingin bertemu keluarga, pikiran apakah penyakit ini dapat disembuhkan, dan menahan efek obat COVID-19 yang membuat saya vertigo terus menerus menjadikan pengalaman yang tidak dapat saya lupakan. Berusaha berpikiran positif rasanya sulit. Tapi inilah pembelajaran untuk saya. Saya mulai makin banyak berdoa pribadi, membaca buku rohani ketimbang melihat berita yang membuat saya makin berpikiran negatif. Kami sekeluarga juga jadi rutin video call untuk berdoa malam bersama. Saya juga bersyukur bahwa banyak kawan sepelayanan, baik dari GKI Gading Serpong maupun dari GKI Gunung Sahari terus menghubungi saya dan memberikan kekuatan. Hari Selasa tanggal 7 April hasil swab kedua saya keluar dengan hasil negatif… Puji Tuhan.

Dan pada tanggal 8 April saya di-swab lagi untuk ketiga kalinya, hasilnya keluar pada tanggal 10 April dengan hasil negatif. Puji Tuhan. Jawaban Tuhan tepat saat hari Jumat Agung. Pada tanggal 11 April (Sabtu Sunyi), dokter mengizinkan saya untuk keluar dari RS, melanjutkan isolasi mandiri selama 14 hari. Hingga saat ini saya masih dalam pemulihan. Namun dokter sudah mengizinkan kami sekeluarga berkumpul bersama. Kami jadi lebih rajin melakukan renungan malam bersama, dan merasa bahwa hidup setiap hari yang diizinkan Tuhan adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Terima kasih banyak untuk Team Pokja COVID-19 GKI Gading Serpong, dr. Royman, dr. Wani dan dr. Maya yang selama ini membantu memantau kesehatan kami sekeluarga, bahkan selama saya berada di ruang isolasi. Terima kasih juga untuk Pdt. Santoni, Pdt. Andreas Loanka, Pdt. David Sudarto & Pdt. Imanuel Kristo, juga tim doa GKI Gunsa yang selalu memperhatikan dan mendoakan kami. Tentu saja juga teman-teman sepelayanan yang namanya tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak. Tuhan memberkati.