Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Desember 2020

Ciri seorang hamba adalah bersedia melakukan apa pun yang tuannya minta. Kata “hamba” sudah terlalu sering dipergunakan di kalangan gereja: entah itu dikenakan untuk para pemberita Injil, pengkhotbah, pendeta, penatua, para aktivis, atau semua orang Kristen. Namun, mestinya setiap kita menyadari makna apa yang terkandung dalam sebutan “hamba” itu? Adalah hal yang janggal bahkan lebih tepatnya munafik jika kita mempergunakan istilah itu namun jauh dari makna sebenarnya.

Memasuki Minggu Adven terakhir, kita akan belajar dari Maria yang menyiapkan diri untuk kehadiran Sang Mesias dengan menyatakan dirinya sebagai hamba Tuhan. Maria dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan telah bertunangan dengan Yusuf. Tentunya bersama dengan Yusuf ia punya cita-cita: membangun keluarga kecil yang bahagia. Namun, ternyata salam dan kabar dari Malaikat Gabriel membuat Maria harus bergumul hebat. Betapa tidak, rahim sebagai tempat yang nantinya buah cinta Yusuf dengan dirinya berkembang, kini harus diserahkan untuk kehadiran Anak Manusia yang masih penuh misteri.

Allah, melalui Gabriel menjelaskan tentang rencana dan kehendak-Nya untuk menghadirkan Sang Mesias. Meski pada awalnya bingung dan sulit dimengerti, akhirnya Maria menyadari bahwa ada kepentingan yang jauh lebih besar ketimbang mimpi-mimpinya bersama dengan Yusuf. Maria memilih untuk mempersembahkan dirinya dipakai oleh Allah. Ia memosisikan diri sebagai hamba yang siap menerima apa pun juga yang dikehendaki oleh tuannya.

Setiap orang punya mimpi-mimpi; keinginan untuk kehidupan yang lebih baik dan indah. Untuk itulah kita bekerja dan berjerih lelah. Namun, ketika suatu saat Tuhan memperlihatkan visi dan kehendak-Nya yang lebih luas, dapatkah kita meneladani Maria? Kalau Maria mau memberikan yang paling berharga dalam dirinya; rahim dan impiannya membangun keluarga kecil bahagia, lalu apa yang terbaik yang dapat kita berikan kepada-Nya.

Sumber : Dian Penuntun Edisi 30