“Aku bermegah atas kelemahanku,” kata rasul Paulus. Perkataan itu sangat menarik! Biasanya orang bermegah atas kekuatan, kecantikan, kepandaian, kekayaan, kedudukan, ataupun ketenarannya, tetapi rasul Paulus justru bermegah atas kelemahannya. Lho, kok bisa begitu?

Pada saat merenungkan perkataan rasul Paulus, penulis teringat pada pengajaran Lao Tzu. Pada umumnya orang beranggapan bahwa manusia harus kuat dan tidak lemah, tetapi dalam sejarah Tiongkok ada seorang ahli filsafat, yaitu Lao Tzu, yang memiliki pendapat yang berbeda. Ia mengajarkan bahwa manusia harus lemah, bukan kuat. Ia mengatakan bahwa yang kuat akan mudah dipatahkan, namun yang lemah bisa bertahan. Dia bertanya kepada murid-muridnya tentang apa yang paling keras dan apa yang paling lentur dalam tubuh kita. Salah seorang muridnya menjawab, “Gigilah yang paling keras dan lidah yang paling lentur.” Lao Tzu dengan tersenyum menjelaskan bahwa orang yang sudah mencapai umur setua dirinya, giginya sudah habis tetapi lidahnya masih utuh.

Pohon besar lebih kuat dari rumput, tetapi bila angin topan datang, pohon besar bisa tercabut sampai ke akarnya, sedangkan rumput kecil dapat bertahan. Angin tak bertubuh dan tak berbentuk, tapi dapat mencabut pohon yang besar dan menghancurkan bangunan yang tinggi. Air, yang lembut dan dapat berubah bentuk, dapat memecah batu yang keras dan menembus gunung.

Pandangan Lao Tzu itu mengingatkan penulis, bahwa apa yang kelihatannya kuat belum tentu kuat dan apa yang tampak lemah belum tentu lemah. Hal ini tentu sangat berguna di dalam memahami perkataan Paulus tentang bermegah dalam kelemahan.

1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN KELEMAHAN?

Apa yang dimaksudkan rasul Paulus ketika ia mengatakan bahwa ia bermegah atas kelemahannya? Kelemahan itu bukanlah kebobrokan moral, perbuatan dosa, atau kebiasaan yang tidak terpuji. Sebagai seorang hamba Tuhan yang setia, rasul Paulus tidak mungkin bermegah atas hal-hal yang tak berkenan kepada Allah. Kelemahan yang dimegahkan oleh rasul Paulus tersebut berkaitan dengan “duri dalam daging” (2 Kor. 12:7a) dan “siksaan, kesukaran, penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus” (2 Kor. 12:10a).

Duri dalam daging dipakai oleh rasul Paulus sebagai kiasan untuk membicarakan kelemahannya (2 Kor. 12:7a). Ada penafsir yang menjelaskan duri dalam daging itu sebagai penyakit yang diderita olehnya, tetapi penafsir lain mengatakan bahwa duri dalam daging tersebut adalah orang-orang dan pemimpin-pemimpin palsu yang senantiasa mencibir pada apa yang dilakukannya serta meragukan kerasulannya. Hal ini didasarkan pada penjelasan Paulus sendiri, bahwa duri dalam daging itu adalah utusan Iblis yang menggocohnya (2 Kor. 12:7b).

Pada saat rasul Paulus mengatakan “aku bermegah dalam kelemahanku,” kelemahan itu juga dikaitkan dengan siksaan, kesukaran, penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus (2 Kor. 12:10a). Oleh karena melayani Kristus ia sering diperhadapkan dengan siksaan, kesukaran, penganiayaan dan kesesakan yang membuatnya menderita secara jasmani, rohani, ekonomi dan sosial (2 Kor. 11:23-26). Tetapi kelemahan dan penderitaan itu tidak membuatnya tawar hati (2 Kor. 4:16- 18).

2. DARI MANA DATANGNYA KELEMAHAN ITU?

Kelemahan itu bisa datang dari Iblis yang ingin menjatuhkan orang-orang beriman, tetapi bisa juga dari Tuhan yang mengizinkan anak-anak-Nya mengalami kelemahan dengan tujuan yang baik. Di dalam konteks pembicaraan tentang kelemahan, Paulus dua kali menyebutkan tentang utusan Iblis (2 Kor. 12:7b,8b) yang menggocohnya. Tetapi ia juga mengerti bahwa kelemahan yang dialaminya itu tidak terlepas dari pengetahuan dan izin Allah. Allah mengizinkannya mengalami kelemahan supaya ia tidak meninggikan diri (2 Kor. 12:7) dan agar kuasa Tuhan menaunginya (2 Kor. 12:8).

Kelemahan itu bisa datang dari orang lain, tetapi bisa juga muncul dari diri sendiri. Rasul Paulus menghubungkan kelemahan itu dengan perbuatan orang-orang yang menggocohnya (2 Kor. 12:7b) serta orang-orang yang menyiksa dan menganiaya dirinya (2 Kor. 12:10). Kendati pun demikian, pada saat berbicara tentang kelemahan, ia menyebutnya sebagai “kelemahanku” (2 Kor. 9b) dan “aku lemah” (2 Kor. 12:10b). Jadi kelemahan itu bisa datang dari orang lain atau pun diri sendiri.

Pohon besar lebih kuat dari rumput, tetapi bila angin topan datang, pohon besar bisa tercabut sampai ke akarnya, sedangkan rumput kecil dapat bertahan.

3. MENGAPA BERMEGAH DALAM KELEMAHAN?

Mengapa rasul Paulus bermegah dalam kelemahannya? Sebab kelemahan itu membuatnya merendahkan diri di hadapan Tuhan, berdoa kepada Tuhan, tunduk pada kehendak Tuhan, dan mengalami kuasa Tuhan.

Kelemahan membuatnya senantiasa merendahkan diri di hadapan Tuhan (2 Kor. 12:7). Kekuatan dan keberhasilan Paulus dapat membuatnya menjadi sombong. Terlebih lagi, ia pernah mendapatkan pengalaman rohani yang luar biasa (2 Kor.12:2-4). Supaya ia tidak meninggikan diri, maka ia diberi suatu “duri dalam daging” (2 Kor. 12:7a). Duri dalam daging tersebut mengungkapkan kelemahannya yang menyadarkan dirinya agar tetap rendah hati.

Kelemahan membuatnya selalu berdoa kepada Tuhan (2 Kor. 12:8). Orang yang merasa kuat dan mampu cenderung melupakan Tuhan dan tidak berdoa. Tetapi rasul Paulus menyadari akan kelemahannya dan memahami bahwa tanpa Tuhan ia tidak berdaya. Hal itu membuatnya senantiasa bersekutu dengan Tuhan dan tetap berdoa kepada-Nya. Di situlah ia mengalami Tuhan yang bekerja di dalam, bagi dan melalui dirinya.

Kelemahan membuatnya tunduk pada kehendak Tuhan (2 Kor. 12:9a). Sudah tiga kali ia berseru kepada Tuhan, supaya duri dalam dagingnya itu diangkat oleh Tuhan (2 Kor. 12:8). Tetapi jawab Tuhan kepadanya: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor. 12:9a). Rasul Paulus mengimani dan mengamini firman Tuhan itu, serta mau tunduk pada kehendak-Nya.

Kelemahan membuatnya mengalami kuasa Tuhan (2 Kor. 12: 9b-10). Rasul Paulus lebih suka bermegah atas kelemahannya, karena apabila ia lemah, maka justru pada waktu itulah ia mengalami kuasa Kristus yang menaunginya (2 Kor. 12:9b). Ia senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus – sebab jika ia lemah, maka justru pada waktu itulah ia kuat (2 Kor. 12:10).

Apa yang kelihatannya kuat belum tentu kuat, dan apa yang tampak lemah belum tentu lemah. Orang yang merasa kuat akan mengandalkan dirinya sendiri dan menjadi sombong. Itu adalah suatu kelemahan. Orang yang menyadari kelemahannya akan menjadi rendah hati, ingin terus belajar dan mengandalkan Tuhan. Itulah kekuatannya. Rasul Paulus bermegah dalam kelemahannya. Sebab di dalam kelemahannya itu ia merendahkan diri di hadapan Tuhan, berdoa kepada-Nya, tunduk pada kehendakNya, dan mengalami kuasa-Nya. Ia bermegah dalam kelemahannya, sebab apabila ia lemah, maka justru pada waktu itulah Ia kuat, karena Kristus menaunginy