Pada saat ini Penyakit Kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) merupakan pembunuh nomor satu di dunia, termasuk di Indonesia.

Bahkan menurut laporan WHO hingga tahun 2020 masih menduduki tempat teratas di negara berkembang. Penderita PJK di Indonesia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Angka dari Survey Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan tiga dari 1.000 penduduk Indonesia menderita PJK atau 4% dari masyarakat. Sebagian besar dari penderita PJK sudah terlambat ke dokter. Pengalaman saya di praktek, bahkan pasien yang datang untuk Operasi Pintas Koroner (Coronary Artery Bypass Graft = CABG) tidak pernah mengetahui bahwa sudah menderita PJK dan pernah kena serangan jantung sebelumnya Pada dekade terakhir ini penyakit Kardiovaskular di Indonesia menyerang pasien yang usianya lebih muda dibandingkan dengan di dunia barat. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang tidak sehat dan tingkat stress yang tinggi, serta diperburuk lagi semakin meningkatnya insiden penyakit Diabetes Melitus.

 Apakah itu PJK?

PJK terjadi karena adanya penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah koroner jantung yang berfungsi mendistribusikan darah dan oksigen ke otot jantung. Penyumbatan itu disebabkan tertumpuknya endapan lemak di sepanjang dinding arteri yang berlangsung secara bertahap. Jika aliran darah berkurang secara bermakna, penderita perlu segera mendapatkan tindakan medis. Penyempitan atau sumbatan di dinding pembuluh darah yang dikenal sebagai plak aterosklerosis ini berasal dari deposit lemak (terutama kolesterol LDL), sel-sel otot polos pembuluh darah dan matriks ekstraselular lainnya sebagai hasil dari proses yang berlangsung bertahun-tahun

Apakah keluhan dari PJK?

Keluhan penderita PJK dapat bervariasi. Umumnya berupa angina pectoris yaitu rasa sakit di dada seperti tertekan benda berat yang kadang menjalar ke lengan, rahang dan punggung. Ada pula penderita yang mengeluh leher seperti tercekik atau merasa sakit di ulu hati. Keluhan ini biasanya terjadi pada saat penderita melakukan aktivitas fisik atau kondisi stres yang membuat jantung berdenyut lebih kencang dan menuntut oksigen yang lebih banyak. Sebagian penderita bahkan datang ke dokter dalam keadaan serangan jantung (miokard infark). Rasa sakit serangan jantung ini lebih hebat dan lebih lama jika dibandingkan dengan keluhan angina pectoris sehingga membuat badan basah kuyup dengan keringat dingin.

Apakah faktor risiko yang mempercepat terjadinya PJK?

Faktor risiko yang dapat di modifikasi (modifiable risk)

1. Merokok: Risiko penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih besar daripada yang bukan perokok. Penurunan risiko terjadi setelah menghentikan rokok 2 tahun. Merokok dapat mempengaruhi profil lipid dengan menurunkan High Density Lipoprotein (HDL) dan meningkatkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan trigliseride. Selain itu rokok juga mempengaruhi sel trombosit dan parameter pembekuan darah.

2. Obesitas: didefinisikan sebagai peningkatan berat badan lebih dari 20 % berat badan normal

3. Stres/pemarah: walaupun sulit dinilai secara statistik hubungan stres dan serangan jantung namun diketahui bahwa ganguan emosional meningkatkan keluhan penyakit jantung.

Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi ( non modifiable risk )

1. Usia: pada pria usia > 40 tahun, wanita >55 tahun.

2. Jenis kelamin (Pria lebih berisiko)

3. Riwayat keluarga: Keluarga dekat penderita PJK prematur (laki-laki <55 tahun dan perempuan < 65 tahun) dan individu yang memiliki keluarga dengan hiperkolesterolemia familial perlu diperiksa untuk faktor risiko kardiovaskular Faktor risiko yang tak dapat diubah adalah usia (lebih dari 40 tahun), jenis kelamin (pria lebih berisiko) serta riwayat keluarga.

4. Diabetes melitus

5. Hipertensi

6. Kolesterol tinggi

7. Kurangnya gerak

8. Infeksi

9. Gangguan pada darah (fibrinogen, faktor trombosis dan sebagainya)

Faktor risiko sering timbul berkelompok dan dapat berpengaruh satu dengan yang lainnya seperti obesitas berhubungan erat dengan diabetes dan darah tinggi (hipertensi).

Apakah pemeriksaan untuk mendiagnosa kelainan PJK?

1. Elektrokardiogram (EKG): EKG akan merekam aktivitas listrik yang berlangsung dalam jantung Anda.

2. Echocardiogram: Suatu alat yang menggunakan gelombang suara untuk mengetahui gambaran jantung, seperti fungsi pompa jantung dan katup jantung.

3. Stress test dengan treadmill: Tanda-tanda kelainan PJK dapat diketahui dengan test uji latih jantung dengan beban.

4. Angiogram atau kateterisasi jantung: Untuk melihat aliran darah dalam jantung Anda.

5. Electron Beam Computerized Tomography (EBCT): Tes ini juga disebut sebagai Ultrafast CT Scan, yang dapat mendeteksi kadar kalsium dalam deposit lemak yang menyempitkan arteri koroner.

6. Magnetic Resonance Angiography (MRA): Teknik ini menggunakan gelombang magnetik yang menghasilkan gambaran 3-D dari pembuluh arteri koroner yang mana akan membantu dokter anda mengetahui adanya penyempitan atau penyumbatan.

Apakah alternatif pengobatan dari PJK?

Secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu: terapi dengan obat-obatan, angioplasti koroner (percutaneous transluminal coronary angioplasty atau PTCA) dan bedah pintas koroner (coronary artery bypass graft atau CABG). Pemilihan tindakan pengobatan untuk PJK, antara pemasangan stent dan CABG memerlukan diskusi yang mendalam antara ahli jantung dan ahli bedah jantung. Pilihan tergantung dari beberapa hal seperti lokasi dan karakter penyempitan, jumlah pembuluh darah koroner yang terlibat, fungsi jantung, adanya penyakit penyerta, usia, dan juga biaya. Penulis juga perlu mengingatkan kepada masyarakat untuk menanyakan kepada ahli jantung untuk indikasi terapi (misalnya pemasangan stent > 2 buah dan risiko penyumbatan kembali atau restenosis) dan apakah tersedia fasilitas bedah jantung di rumah sakit tersebut dalam setiap pemasangan stent, sehingga apabila terjadi komplikasi dapat ditangani dengan cepat dan tepat. 

Adakah tindakan pencegahan untuk penyakit jantung koroner?

Pencegahan penyakit kardiovaskular ditujukan untuk menurunkan angka kejadian pertama kali (pencegahan primer) atau berulangnya kejadian (pencegahan sekunder). Pada tulisan ini saya lebih menekankan kepada pencegahan primer, bahkan pencegahan sedini mungkin (pencegahan primordial) sejak masih di kandungan ibu. Pencegahan primer penyakit jantung koroner meliputi:

1. Perubahan gaya hidup, seperti penurunan berat badan untuk mencapai berat ideal dengan lingkar pinggang yang diharapkan untuk laki-laki < 90 cm dan untuk wanita < 80 cm (modifikasi asia), pengaturan pola makanan dengan diet kaya buah-buahan, sayuran, ikan , serat dan biji-bijian, menghentikan kebiasaan merokok, faktor psikososial dengan menghindari stress berlebihan.

2. Aktivitas fisik, beberapa studi menunjukkan manfaat penurunan resiko PJK antara lain menurunkan berat badan, mengontrol tekanan darah pada hipertensi, memperbaiki toleransi gula pada diabetes, mengontrol kolesterol, mengurangi stress atau ketegangan pikiran.

3. Pengendalian faktor risiko, faktor risiko–yang sudah disebut terdahulu seperti hipertensi, diabetes mellitus, lipid darah (LDL, HDL, Trigliserida dll), riwayat keluarga dan sindroma metabolik, perlu dikontrol dan diperhatikan. Apabila kita sudah mempunyai salah satu faktor tersebut perlu dilakukan pengendalian yang baik dengan berkonsultasi ke dokter keluarga Anda.