Idealnya, kita melayani sesuai karunia (SHAPE) kita, singkatan dari spiritual gift, yaitu alat/karunia/ kemampuan/talenta yang diberikan Tuhan untuk melayani (1Korintus 12:4-7); heart, yaitu keterbebanan waktu, tenaga, dan semangat (Mazmur 37:4-5); abilities, yaitu kemampuan yang Tuhan berikan melalui suara, keterampilan tangan, dan seni dalam membuat pelayanan menjadi efektif dan produktif (Keluaran 31:3); personal, maksudnya temperamen (choleric, melancholic, sanguine, phlegmatic), atau apakah orang itu lebih suka berada di dalam atau di luar ruangan.

Maksudnya pola atau kecenderungan yang unik pada diri kita, di mana kita memakai karunia dan kemampuan bakat rohani kita (Mazmur 139:13-14); experience, yaitu pengalaman-pengalaman hidup, misalnya latar belakang keluarga, pendidikan, pengalaman hidup, penderitaan, pekerjaan, dan pengalaman rohani dalam kita melayani Tuhan (Kis. 26:4-18). Dalam melayani, hendaknya kita jangan memperhitungkan materi, tenaga dan waktu.

Contoh penerapan melayani sesuai SHAPE ini: yang terbeban dalam pelayanan anak dapat melayani/mengajar di Sekolah Minggu; yang terbeban dalam bidang musik dapat melayani sebagai pemusik atau sebagai anggota paduan suara; yang terbeban dalam pelayanan kaum muda dapat melayani di Youth & Teens dan KDM (Komisi Dewasa Muda); yang terbeban dengan keharmonisan rumah tangga jemaat dapat melayani di Komisi Pasutri; yang terbeban dalam hal penyusunan liturgi yang baik dapat melayani di KLM (Komisi Liturgi & Musik) dan penyusunan WWP (weekly worship planner); yang terbeban melayani jemaat yang sedang berduka dapat melayani di tim kedukaan. Kita melayani untuk menjalankan misi Allah, menghadirkan damai sejahtera Allah di tengah-tengah dunia. Melayani, bukan dilayani. Dengan demikian pelayanan kita menjadi terarah.

Saya ingin berbagi pengalaman. Saat saya berusia 6 tahun, saya mengikuti Sekolah Minggu, lalu aktif di Komisi Remaja dan Pemuda. Pada usia 18 tahun, saya sudah melayani di Sekolah Minggu, terus berlanjut ke Klasis dan Sinode, pernah juga ikut pelayanan ke Nusakambangan, dan panti asuhan. Pernah pula menjadi penatua. Setelah menikah dan mempunyai anak, lalu mengikuti paduan suara, melayani di Komisi Wanita, Komisi Kebaktian, Komisi Kedukaan, menjadi lektor, penerima tamu dan kolektan, pembawa acara, pemimpin pujian, pernah juga mengikuti pelayanan ke penjara wanita, penjara pria, juga ke panti jompo.

Di saat kita melayani sesuai kemampuan kita, jangan takut tidak bisa! Jika ada kemauan, maka semua akan berjalan dengan baik, seiring waktu dengan doa dan pimpinan Tuhan, serta dukungan dari keluarga. Walau melayani itu tidak mudah, dicaci-maki, banyak suka-duka, banyak pencobaan, sakit hati, namun hendaknya tetap dijalankan terus dengan bersemangat, jujur dan berani mengakui kesalahan sebagai pelayan Tuhan! Bukan untuk kebanggaan diri sendiri, namun biarlah kita mau semakin dibentuk dan mengizinkan Roh Kudus bekerja.

Sebagai orang percaya, selama masih ada kesempatan untuk melayani di ladang Tuhan, janganlah takut dan berhenti melayani karena keterbatasan yang kita miliki! Tuhanlah yang akan memampukan dan membimbing.

Kita melayani melalui tindakan, ucapan, perbuatan, serta menjaga sikap dan perilaku kita. Hendaknya kita saling bahu-membahu dan tolong-menolong, serta menjadi pendengar yang baik. Kita tidak bisa memutar ulang waktu yang telah berlalu. Kita harus terus maju ke depan. Berapa lama lagikah kesempatan yang tersedia bagi kita untuk melayani di usia kita sekarang ini? Ingatlah, bahwa Tuhan Yesus mati di kayu salib untuk menebus dosa kita semua! Marilah kita melayani dengan kerendahan hati, dan mau belajar untuk terus dibentuk menjadi serupa dengan Allah!

Semoga tulisan ini dapat menjadi berkat bagi Jemaat GKI Gading Serpong, baik yang sudah melayani, akan melayani, dan yang belum ambil bagian dalam pelayanan. Mari kita melayani bersama-sama demi kemuliaan nama Tuhan! Tuhan Yesus memberkati!