Semua orang tua tentu ingin anak-anaknya bisa sukses di kemudian hari dalam hidupnya. Namun, apakah orang tua menyiapkan juga kemampuan mental untuk menghadapi kesuksesan?

Seorang individu yang cerdas memang membanggakan, bisa meraih berbagai prestasi secara akademik. Namun apakah hidup selalu berjalan mulus? Apakah individu yang cerdas akan selalu mengalami keberhasilan? Tentu tidak. Jika ia tidak mengerti bagaimana cara menghadapi kegagalan dan kekecewaan, maka ia bisa saja menjadi depresi bahkan bunuh diri, karena merasa hidupnya tidak berarti ketika ia gagal sedikit saja. Semua orang tua tentu ingin anakanaknya bisa sukses di kemudian hari dalam hidupnya. Namun, apakah orangtua menyiapkan juga kemampuan mental untuk menghadapi kesuksesan? Apa yang harus dilakukan anak jika suatu saat ia menjadi kaya atau menjadi terkenal?

Seringkali sukses menjadi satu target, tanpa kejelasan apa yang harus dilakukan setelah mencapai target sukses tersebut. Akibatnya banyak individu yang kaya dan terkenal, juga berakhir dengan depresi atau bunuh diri, karena merasa hidupnya kosong. Jadi, apa sebetulnya yang harus dimiliki oleh individu, agar apa pun yang terjadi dalam hidupnya, baik suka maupun duka, sehat maupun sakit, terkenal maupun tidak, sukses maupun gagal, ia tetap dapat bertahan dengan kuat ? Dibutuhkan Life Skills atau keterampilan hidup, yang tidak ada sekolahnya, selain sekolah kehidupan.

Life skills atau keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial untuk berperilaku adaptif dan positif, yang membuat seseorang dapat menyelesaikan kebutuhan dan tantangan sehari-hari dengan efektif (definisi menurut UNICEF dan WHO). Life skills perlu dipelajari dari pengalaman sehari-hari dan bimbingan orang-orang yang sudah lebih dahulu menjalani kehidupan ini. Biasanya life skills diajarkan oleh orang tua kepada anak.

Contohnya: bagaimana memecahkan masalah, membuat keputusan, menentukan tujuan hidup, mengevaluasi diri, menghadapi kegagalan, mengelola perasaan dan emosi (kesedihan, kemarahan, kekecewaan, ketakutan, kecemasan, dsb), mengelola stress/tekanan, manajemen waktu, menyatakan pendapat, bertoleransi, bernegosiasi, berjuang, dan lain sebagainya. Namun seringkali orangtua lebih fokus pada kecerdasan kognitif anak daripada kecerdasan mental atau life skills nya. Banyak juga orang tua yang tidak bisa mengajarkan anaknya mengenai life skills karena keterbatasan life skills yang mereka sendiri miliki.

Lalu bagaimana? Artinya, pelajaran life skills tidak bisa hanya mengandalkan orang tua saja, tetapi pihak sekolah dan gereja pun perlu ikut serta membangun ketrampilan ini. Bagaimana dengan individu itu sendiri? Setiap individu perlu secara aktif mempelajari dan mengasah life skills-nya. Dimulai dengan membaca buku atau artikel, mengikuti pelatihan, melatihnya dalam kehidupan sehari-hari, serta meminta masukan dari orang-orang di sekitarnya.

Selain itu individu juga bisa menghubungi psikolog untuk menilai kondisi psikososial dan life skills-nya, di mana nantinya psikolog akan dapat memberikan rekomendasi keterampilan apa saja yang perlu ditingkatkan dan bagaimana cara meningkatkannya agar individu siap menghadapi tantangan hidup ke depan. Mari melatih dan mengasah keterampilan hidup kita masingmasing untuk bisa menghadapi berbagai perubahan dan tantangan dalam kehidupan.