“Ia melayangkan pandangnya, dan melihat tiga orang berdiri tidak jauh darinya. Melihat mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujud sampai ke tanah.”

(Kejadian 18:2).

Alkisah, di sebuah padang rumput, hidup seekor kura-kura dewasa berwarna cokelat keabuan. Kura-kura ini tinggal di dalam sebuah lubang di pinggir sungai. Lubang yang dalam dengan terowongan panjang berliku itu ia gali sendiri, menggunakan kakinya yang besar dan kuat. Si kura-kura mulai menggali lubang itu dahulu sekali, saat ia masih muda. Di dalam lubang, terdapat liang-liang yang memiliki banyak fungsi bagi si kura-kura, yaitu sebagai tempat tinggal, tempat berteduh, dan berlindung. Ia tinggal di dalam lubang itu sendirian, bertahun-tahun lamanya.

Ada masanya, si kura-kura meninggalkan lubangnya selama berhari-hari untuk mencari makanan. Ketika pulang, ia mendapati satu atau dua binatang lain yang masuk ke lubangnya saat ia pergi. Para binatang itu menghuni bekas liang-liang yang tidak dipakai si kura-kura. Sewaktu ditanyakan mengapa mereka tinggal di situ, alasannya beragam. Ada yang mencari tempat tinggal baru, dan ada pula yang kabur ke dalam lubang untuk berlindung dari pemangsa. Kura-kura ini merasa kasihan setelah mendengar alasan para pendatang itu, sehingga ia mempersilakan mereka untuk tinggal di lubangnya.

Cukup banyak jenis binatang yang datang silih berganti menjadi penghuni lubang si kura-kura. Ada ular, kadal, serangga, tikus, sigung, bahkan anak rubah. Para pendatang ini ada yang hanya tinggal sebentar, tetapi ada juga yang lama menetap di lubang itu.

Terlepas dari siapa pun yang tinggal di dalam lubang, kura-kura tetap berusaha untuk bersikap ramah dan membantu segala kebutuhan mereka. Ia sering menyiapkan ikatan rumput kering yang dapat dijadikan alas tidur di liang-liang tersebut. Bila kapasitas lubang tersebut mulai penuh dan terasa terlalu sempit, si kura-kura pun menggali lubang lebih dalam lagi, membuat liang-liang baru, agar bisa menampung lebih banyak binatang.

Sekali waktu, ada yang bertanya, apakah ia merasa terganggu oleh kehadiran binatang-binatang yang menginap di dalam lubangnya. “Tidak juga,” jawab kura-kura itu, “malah lebih seru kalau ada tetangga yang tinggal di lubang saya. Setiap hari, pasti ada kegiatan yang menarik untuk dilihat, sehingga saya tidak bosan setiap kali pulang ke lubang itu. Lagi pula, beberapa binatang yang tinggal di sini awalnya terlihat tidak berdaya, dan sangat membutuhkan tempat tinggal. Saya tidak tega untuk membiarkan mereka begitu saja di luar, tanpa tempat tinggal.”

Teman-teman, jenis kura-kura seperti yang diceritakan ini memang ada di dunia nyata, lho! Namanya kura-kura gopher, jenis kura-kura ini hidup di padang rumput dan semak belukar di Amerika Serikat bagian Tenggara. Ciri khas kura-kura gopher adalah sifatnya yang suka menggali lubang. Seperti kura-kura di cerita ini, kura-kura gopher menggali lubang sebagai tempat tinggal mereka. Lubang ini juga berfungsi sebagai tempat bernaung dari cuaca dan berlindung dari pemangsa.

Selain itu, seperti cerita di atas, banyak jenis binatang yang juga menjadi penghuni lubang galian milik kura-kura gopher. Binatang-binatang yang sering kali tinggal di dalam lubang ini tidak bisa menggali lubangnya sendiri. Mereka biasanya menetap di bekas lubang yang tidak dipakai lagi, walaupun juga ada beberapa jenis binatang yang hidup bersama dengan kura-kura gopher. Tahukah teman-teman, ada lebih dari 300 jenis binatang yang menggunakan lubang galian kura-kura gopher sebagai tempat tinggal! Oleh karena itu, kura-kura gopher dijadikan spesies yang perlu dilindungi oleh pemerintah Amerika Serikat.

Naluri alami seekor kura-kura gopher ternyata dapat menjadi kebaikan luar biasa bagi begitu banyak jenis binatang. Boleh dikatakan, keramahan kura-kura ini dalam berbagi lubangnya dengan binatang lain rupanya menjadi berkat bagi binatang lainnya.

Di Alkitab, ada seseorang yang juga ramah terhadap orang asing. Ia adalah Abraham, leluhur bangsa Israel. Dikisahkan di Kejadian 18, Abraham sedang beristirahat di tendanya pada siang hari yang terik ketika melihat tiga orang asing mendekati kemahnya. Segera Abraham menghampiri mereka, sujud di hadapan mereka, dan membawa mereka ke kemahnya. Ia bahkan menawarkan untuk mencuci kaki mereka dan makan di kemahnya (ayat 2–5). Setelah itu, Abraham pun segera menyiapkan makanan yang dibuat dari ternak terbaik untuk disajikan (ayat 6-8).

Seandainya, teman-teman berada di posisi mereka, apa yang teman-teman rasakan jika disambut seperti itu? Pasti merasa senang, bukan? Inilah yang dirasakan ketiga orang asing tersebut. Mereka disambut dengan ramah dan dilayani sepenuh hati oleh seorang bapak tua, yang bahkan tidak mengenal mereka. Sebagai tanda terima kasih, salah satu tamu, yang adalah Tuhan Allah sendiri, berkata, "Sesungguhnya Aku akan kembali menemui engkau tahun depan. Pada waktu itulah Sara, istrimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki” (Kejadian 18:10).

Nah, kita pasti sudah tahu akhir dari cerita ini. Namun demikian, hal yang ingin ditekankan sekarang adalah sikap Abraham. Ia bisa saja mengabaikan ketiga orang asing tersebut, tetapi ia memutuskan untuk bersikap ramah dan menyambut mereka sebagai tamu terhormat. Sikap ramah Abraham pada akhirnya membawa kebaikan, bukan hanya bagi tamu-tamu tersebut, tetapi juga bagi diri Abraham sendiri.

Apa kesamaan seorang tokoh Alkitab dengan seekor kura-kura tadi? Keduanya memiliki sifat ramah kepada pihak yang asing bagi mereka. Abraham menyambut ketiga orang asing dengan sepenuh hati, sedangkan kura-kura gopher membiarkan binatang lain tinggal di lubangnya. Sifat keramahan mereka itu mendatangkan kebaikan bagi yang dilayani.

Kita juga bisa meneladani keramahan mereka kepada orang asing di sekitar kita. Tidak perlu melakukan hal-hal besar, seperti menjadi misionaris di tempat terpencil ataupun menjadi pejabat negara. Cukup dengan aktivitas keseharian kita, misalnya membantu orang tua menyeberang jalan, berbagi mainan dengan teman, dan bersikap sopan kepada tamu yang berkunjung, kita dapat berdampak besar bagi mereka. Bahkan, sikap sederhana seperti tidak membanting pintu setelah masuk ruangan juga bisa berdampak positif bagi orang di belakang kita. Keramahan kita mungkin tidak dipuji oleh orang yang kita bantu, tetapi bisa meringankan kesulitan mereka, atau mengangkat suasana hati. Lagi pula, saat kita bersikap ramah kepada orang lain, kita pun merasa senang bisa melihat orang lain senang.