Dr. Maya Wahloni merupakan salah seorang dokter yang melayani di Komisi Kesehatan GKI Gading Serpong sejak tahun 2015. Beliau melayani bersama dr. Hermanto Nurya, MM, dr. Lidya Widjaja, dr. Djaya Sutandar, dr. Monica, dan dr. Ismail, membantu dalam kegiatankegiatan di gereja, seperti bakti sosial sewaktu banjir bandang di Serang pada awal tahun 2020, check up kesehatan setelah kebaktian di hari Minggu, dan lainnya. Ditemui secara virtual pada April 2021, dr. Maya Wahloni menceritakan pengalamannya melayani dalam masa pandemi.

GKI Gading Serpong membentuk Tim Pokja COVID-19 pada Maret 2020, dr. Maya, dr. Royman, dan dr. Rio termasuk sebagai tim bersama dengan anggota dari bidang lain yang dipimpin oleh Pdt. Andreas Loanka, D. Min. Dr. Maya menceritakan bahwa dia dan tim sempat kebingungan awalnya, karena tidak ada panduan cara pengobatan dan penanganan pasien dalam pandemi COVID-19, serta panduan protokol kesehatan bagi mereka untuk menjalankan pelayanan kesehatan. Namun hal ini tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk tetap melayani. Mereka berusaha menjembataninya dengan membagikan ilmu pengetahuan tentang kesehatan yang dimiliki.

Sampai suatu ketika, muncullah banyak kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19. Saat itu masih butuh waktu kurang lebih 2 minggu untuk menunggu hasil tes PCR (Polymerase Chain Reaction) keluar. Hal ini pula yang menjadi pintu penyebaran virus ini, sebab mungkin saja selama 2 minggu tersebut, orang itu sudah bepergian atau bertemu dengan orang lain. Sampai akhirnya, keluarlah protokol kesehatan, yakni:

1. Mencuci tangan.

2. Memakai masker.

3. Menjaga jarak.

4. Menjauhi kerumunan.

5. Membatasi mobilisasi dan interaksi.

Pada awal pandemi banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi para dokter, mulai dari sulitnya mendapatkan masker dan APD (Alat Pelindung Diri), hingga kebutuhan untuk mencari dokter dan rumah sakit rujukan pasien COVID-19. Bahkan, untuk mendapatkan APD, dr. Maya, dr. Royman, Pak Yohanes, dan Pak Hendri harus menjadi tim khusus yang mencari hingga memesan APD ke China. Semua kebutuhan didapatkan dengan harga yang melambung tinggi pada saat itu.

Kondisi tersebut tak mematahkan semangat Tim Pokja COVID-19. Di tengah-tengah kondisi ini, mereka mengajak komisi-komisi di gereja untuk saling bahu-membahu dalam penanganan pandemi. Pokja menggerakkan berbagai komisi, memberi modal kepada para ibu rumah tangga di Tenjo untuk membuat masker kain, hasilnya kemudian mereka jual pada Tim Pokja, dan hasil penjualannya kembali berulang kepada mereka. Lalu, juga ada Komisi Anak (KA) yang membuat face shield sedangkan banyak ibu di Komisi Wanita (KW) yang membantu anggota jemaat yang terpapar. Semua APD yang didapat, selanjutnya dibagikan ke beberapa puskesmas sekitar wilayah GKI Gading Serpong dan RSUD Kota Tangerang. Selain itu, mereka juga menerima banyak surat dari berbagai rumah sakit di daerah NTT, Samarinda, dan daerah-daerah lainnya yang juga membutuhkan APD, sehingga bantuan dikirimkan ke sana.

Seperti yang sudah dituturkan sebelumnya untuk mencari rumah sakit rujukan bagi para pasien COVID-19 sangatlah sulit. Begitu tingginya jumlah pasien, membuat semua kamar rumah sakit rujukan selalu penuh, selain itu banyak pula gereja lain yang minta tolong untuk dicarikan rumah sakit. Biasanya pasien darurat yang dibawa ke UGD (Unit Gawat Darurat), hanya dapat menjalani perawatan selama 4 jam saja. Selama perawatan di IGD, dr. Royman yang membantu mencarikan rumah sakit rujukan. Puji Tuhan karena akhirnya sejak akhir bulan Januari 2021, rumah sakit yang dimiliki oleh GKI, yakni RS Ukrida telah dibuka, sehingga para dokter dapat merujuk pasien ke rumah sakit tersebut.

GKI Sinode Wilayah Jabar juga membuat tim yang dapat membantu pasien untuk mencarikan rumah sakit, membantu pemantauan selama masa isolasi di rumah, membantu mencarikan obat, dan banyak hal lainnya. Dr. Maya, dr. Royman, dan dr. Sunardi kemudian bergabung dengan Tim Pokja COVID-19 GKI Sinode Wilayah Jabar pada awal tahun 2021. Namun hal ini tidak membuat pemantauan dan penanganan kasus COVID-19 di GKI Gading Serpong terbengkalai, sebab masih ada Komisi Kesehatan GKI Gading Serpong yang ikut menangani.

Para dokter dalam tim menenangkan dan mengonfirmasi masyarakat atas banyaknya hoax yang beredar dengan memberikan jawaban benar lewat seminar yang di moderatori oleh dr. Maya dengan pembicara Pdt. Andreas Loanka, D. Min, Dr. dr. Wani Devita Gunardi, Sp. MK(K), dan Ibu Sandra H Sutanto, M. Psi, Psikolog. 

Memang virus ini sangat berbahaya, namun dr. Maya menghimbau agar kita tidak panik dengan beredarnya informasi di luar sana yang belum tentu benar faktanya. GKI Sinode Jabar membentuk call center yang dapat dihubungi masyarakat maupun jemaat jika membutuhkan jawaban dan ingin melakukan konsultasi jarak jauh dalam masa isolasi mandiri, konsultasi pelayanan tes COVID-19, dan konsultasi pencarian rumah sakit. Adapun call center tersebut dapat dihubungi melalui nomor 0877-8407-7772/0813-1173-7772 pada waktu operasional Senin - Sabtu pukul 08.00 – 20.00 WIB, sedangkan pada hari Minggu dan di luar jam operasional dapat melalui WhatsApp.

Adanya call center COVID-19 Sinwil Jabar, menjadikan semua lebih terarah dalam menjalankan fungsi dan tugas masing-masing. Mereka dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Tim Pemantauan, merupakan gabungan 15 dokter dengan 3 koordinator, dan juga Tim Rumah Sakit dengan 3 orang di dalamnya.

Dalam tim Sinode ini, dr. Maya bersama dr. Vera bertugas di bagian depan penerima konsultasi awal, untuk menyeleksi pasien yang perlu perawatan atau hanya pemantauan, sedangkan dr. Royman bertugas membantu mencarikan rumah sakit rujukan, kemudian dr. Sunardi juga turut membantu melayani bagian Call Center COVID-19 Sinwil.

Kasus konfirmasi COVID-19 terbagi menjadi 4 kategori, yaitu gejala berat, gejala sedang, gejala ringan, dan tanpa gejala. Pasien dengan gejala berat umumnya akan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif, sedangkan bagi kondisi yang tidak terlalu parah diperbolehkan menjalani isolasi mandiri di rumah (dengan pemantauan dokter ataupun tim kesehatan). Apabila memiliki penyakit penyerta diharapkan untuk tidak ragu mengkonsultasikannya ke dokter.

Bagi yang melakukan isolasi mandiri, harus menyelesaikan masa isolasinya selama 10 hari sejak pengambilan sampel swab, ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernafasan, serta telah selesai kontrol. Setelah selesai masa isolasi mandiri, namun RNA masih terdeteksi positif pada pemeriksaan PCR, sesungguhnya virus sudah tidak dapat menulari orang lain. Akan tetapi, hanya jika mengalami gejala yang berat, sebaiknya melakukan swab RT-PCR dilakukan di rumah sakit.

Selama menjalani isolasi mandiri, ada pula protokol yang perlu kita perhatikan sebagai berikut:

• 3 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).

• Upayakan kamar terpisah.

• Menerapkan etika batuk.

• Alat makan dan minum segera dicuci dengan air sabun.

• Berjemur 10-15 menit (di antara sebelum jam 9 - setelah jam 3 sore).

• Pakaian yang dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik/wadah tertutup yang terpisah sebelum dicuci atau dimasukkan dalam mesin cuci.

• Ukur dan catat suhu dan saturasi (oksimeter) 2x pagi dan sore.

• Segera beritahu jika suhu >38C atau saturasi <93%.

Ketika menjalani masa isolasi, jangan lupa senantiasa memperhatikan ventilasi, cahaya, dan udara di kamar/ruangan tempat kita berada. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun/hand sanitizer pun menjadi hal yang penting. Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar (setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan kacamata pelindung (goggle).

Bagi keluarga yang telah melakukan kontak erat dengan pasien, sebaiknya memeriksakan diri ke rumah sakit. Patuhilah protokol 3M, dengan memakai masker, selalu rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak minimal 1 meter dari pasien. Jangan sentuh daerah wajah dalam keadaan tangan yang tidak bersih, dan bersihkan sesering mungkin daerah yang kemungkinan tersentuh pasien (seperti gagang pintu dan sebagainya).

Dr. Maya meminta agar kita selalu berpikir positif, karena tak jarang bila kita terlalu takut justru akan membuat kita menjadi stres, sehingga kekuatan imun kita menjadi turun. Itulah yang seringkali menyebabkan kondisi pasien bertambah parah. Bahkan, jika kita terlalu takut, kondisi kita yang sebenarnya sehat, justru menjadi sakit. “Kita sudah menuju herdimmunity, maka jika kita mendapat kesempatan vaksinasi, segeralah vaksinasi, agar kita turut melindungi orang-orang terkasih yang mungkin tidak dapat divaksinasi,”pesannya.

“Pelayanan justru menjadi bensin untuk saya,” tutur dr. Maya. Dari dedikasinya, beliau merasa jiwa dan pikirannya selalu disegarkan untuk terus semangat melayani atas dasar kasih Tuhan, agar nama-Nya pun selalu dimuliakan. Menurutnya, di sini gereja juga berperan menjembatani dan membantu pemerintah.

Pandemi ini membawa perubahan, tak terkecuali yang dirasakan di GKI Gading Serpong, khususnya di bidang pelayanan Komisi Kesehatan. Dibalik itu, kiranya tidak merubah iman dan kepercayaan kita kepada Tuhan. “Berkomunitaslah, berdoa, dan lebih mendekatkan diri dan berserah kepada-Nya! Dengan demikian, kita pun memiliki wadah untuk berbagi cerita dengan teman/kerabat, saling menguatkan dan mendoakan, bahkan saling melengkapi kebutuhan yang mungkin belum/tidak tercukupi,” berikut dr. Maya menyampaikan pesannya sekaligus mengakhiri sesi wawancara ini.