Setelah hampir tiga tahun kapasitas jemaat yang dapat menghadiri kebaktian secara onsite dibatasi dan diliputi rasa takut karena pandemi Covid-19, tak terbendung lagi sukacita jemaat yang hadir langsung pada Ibadah Natal tanggal 25 Desember 2022, untuk menyambut dengan gembira kelahiran Sang Raja di dunia, setelah pemerintah secara resmi menyampaikan, bahwa Ibadah perayaan Natal kali ini dapat dihadiri jemaat dengan kapasitas seratus persen. Momen ini membuat Natal menjadi harapan baru bagi jemaat akan lahirnya Sang Juru Selamat, yang akan menyelamatkan dan membuat keadaan menjadi lebih baik.

Jumlah jemaat yang hadir secara onsite pada Ibadah Natal yang diadakan tiga kali: kebaktian I pada pukul 08.00, kebaktian II pada pukul 10.30, dan kebaktian III pada pukul 17.00, adalah sekitar dua ribu jemaat, naik signifikan, empat kali lipat dibandingkan Ibadah Natal tahun sebelumnya (2021). Hal ini membuat panitia, petugas penyambut jemaat, dan penatua yang bertugas harus membuka ruang tambahan dan bahkan selasar, yang telah dipersiapkan sebelumnya, bagi jemaat yang belum/kesulitan mendapatkan tempat duduk di ruang ibadah utama, karena penuh.

Ibadah Natal ini merupakan ibadah gabungan (intergenerasi) antara Youth & Teens, dewasa muda dan umum, di mana para petugas kebaktian, multimedia, lektor, pemusik, dan prokantor juga intergenerasi.

Ibadah dimulai dengan narasi yang dibawakan oleh dua orang narator (Pnt. Devina dan Pnt. Erma) secara bersahutan, untuk mengajak jemaat berhimpun dan bergembira menyambut Sang Raja lahir di dunia ini, serta mengabarkan kabar sukacita ini pada orang-orang di sekitar kita. Dengan diiringi musik instrumen oleh orkestra intergenerasi, penatua mengajak jemaat untuk merefleksikan kembali, bahwa Natal adalah peristiwa sukacita, di mana Sang Penebus lahir untuk mewujudkan semua harapan, meskipun dalam kesederhanaan, dalam kondisi ketiadaan tempat yang tersedia, terutama bagi mereka yang hina dina.

Penampilan drama Etrog membawa jemaat untuk mengerti, bahwa ‘Bintang Terang’ itu pasti ada dan datang untuk manusia. Diceritakan seorang bapak Kristen yang hampir putus asa dan tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Dia baru saja dipecat karena pandemi, sementara istrinya harus masuk rumah sakit, dan anaknya sudah waktunya bersekolah. Rumah malah menjadi tempat yang membuat stress. Dia kecewa pada gereja, yang punya sekolah dan rumah sakit, karena di saat seperti itu sepertinya tidak ada yang menolong, bahkan istrinya harus meninggal karena administrasi rumah sakit (milik gereja) yang berbelit.

Ibu petugas keamanan lintas agama yang mendapati bapak itu sedang termenung putus asa di seberang gereja, menceritakan pengalamannya tentang gereja yang justru berbeda. Ibu petugas yang non-Kristen itu pernah ditolong oleh salah satu jemaat, yang kebetulan berprofesi sebagai seorang pengacara, dari ancaman sel penjara karena dituduh mencuri mobil yang terparkir jauh dari gereja. Bukan suatu kebetulan jika hari itu bapak tersebut bisa bertemu dan bertukar pengalaman tentang gereja, karena di saat kesulitan, TUHAN dapat memakai siapa saja untuk menolong. Melalui kartu nama si pengacara yang diberikan oleh ibu petugas, bapak tersebut berhasil menghubungi pengurus gereja yang menangani para jemaat yang terdampak pandemi. Dengan bantuan yang diterimanya, sedikit demi sedikit bapak tersebut bisa mulai menabung melalui warung kecilnya. Melalui drama ini, perlu kita renungkan, apakah Natal merupakan impian kosong atau sukacita dalam kehidupan kita?

Khotbah dibawakan oleh Pdt. Santoni dengan tema “Sukacita Dunia Telah Lahir,” dengan bacaan Alkitab dari Lukas 2: 8-20. Mulai dari ayat 8, kita akan belajar dari para gembala. Gembala adalah lapisan pekerjaan paling bawah/rendah, dianggap paling hina oleh orang Farisi, karena mereka tidak mampu menaati Hukum Taurat, dilabeli sebagai orang yang tidak dapat dipercaya oleh orang Yahudi, kotor, dan tidak kudus. Para gembala bahkan tidak diperbolehkan menjadi saksi atau memberikan kesaksian di pengadilan.

Dikisahkan dengan detil oleh Pak Santoni, tentang apa yang terjadi di malam saat Tuhan Yesus lahir. Ketika para gembala sedang berjaga-jaga menjaga domba-dombanya, tiba-tiba malaikat berdiri di hadapan mereka dengan cahaya sinar yang begitu terang, sehingga membuat mereka takut luar biasa, karena berpikir kematian akan datang atas mereka. Apakah malaikat itu membawa kematian? Tidak, malaikat itu mengatakan agar mereka tidak usah takut, seraya memberitakan kabar sukacita, bahwa sesungguhnya telah lahir Sang Juruselamat di kota Daud, terbungkus dengan kain lampin dan terbaring di dalam palungan. Natal bukanlah ketakutan, kematian, kegelisahan, ataupun kekuatiran. Natal adalah sukacita. Berita itu diberikan untuk masing-masing pribadi, bukan kelompok. Di ayat 10 dikatakan, bahwa “sesungguhnya aku memberitakan kepadamu” (berarti pribadi bukan kelompok).

Berita sukacita ini menjadi tema sentral dari Lukas pasal 2 ini. Yang pertama, lahirnya Juruselamat Kristus Tuhan (Mesias) sangat dinantikan selama ribuan tahun oleh orang Yahudi dan bangsa Israel sejak Raja Daud meninggal, karena dipercaya bisa membebaskan bangsa mereka dari Romawi, mengumpulkan mereka kembali dari seluruh penjuru bumi, dan membawa kembali kejayaan Israel. Lahirnya Tuhan Yesus sebagai Mesias berbeda dengan pandangan orang Yahudi. Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Mesias yang diurapi oleh kuasa Roh Kudus, melebihi para nabi dan rasul. Yesus dengan kuasa Roh Tuhan yang ada dalam dirinya, lahir untuk melakukan tugas panggilan-Nya, menyelamatkan manusia, membawa sukacita kepada orang miskin, membebaskan para tawanan (dari kekuatiran, kecemasan, kebimbangan, dan dosa), memberikan penglihatan kepada orang buta (lemah, mengemis, bergantung pada orang lain secara jasmani dan rohani), dan membebaskan orang yang tertindas.

Kita harus yakin, bahwa Yesus datang untuk membebaskan dan menyelamatkan kita dari hidup berkekurangan dan tidak mempunyai sumber kehidupan, membebaskan dari tawanan kekuatiran, kecemasan, dan kebimbangan, membebaskan kita dari segala dosa dan ketergantungan.

Yang kedua, persembahan korban penghapusan dosa merupakan ritual yang mengingatkan bangsa Israel akan sulitnya memenuhi Hukum Taurat. Melanggar satu hukum berarti melanggar semuanya, dan dianggap berdosa. Korban penghapusan dosa ini harus menggunakan domba yang tak bercacat dan dibungkus kain lampin (agar tidak lecet). Lahirnya Tuhan Yesus dengan dibungkus kain lampin, memproklamirkan, bahwa mereka tidak perlu lagi mengorbankan domba sebagai korban penghapus dosa.

Yang ketiga, Yesus dibaringkan dalam palungan yang merupakan tempat menyimpan makanan ternak, merupakan lambang pemeliharaan Allah bagi manusia. Hari ini kita dapat berkumpul bersama untuk merayakan Natal, adalah bukti pemeliharaan Tuhan, di mana selama pandemi gereja kosong, jemaat kebaktian dari rumah. Selama pandemi juga, banyak jemaat kehilangan pekerjaan, kesulitan mencari rumah sakit hingga meninggal. Jangan pernah ragu akan pemeliharaan Tuhan, Dia akan setia memelihara dan menyertai kita hingga akhir zaman.

Sebagai respons akan lahirnya Sang Juruselamat, kita memuji Allah di tempat yang mahatinggi (Surga). Menyambut dengan penuh sukacita, mengubah ketakutan menjadi keberanian, pesimis menjadi optimis, putus asa menjadi berpengharapan, kesusahan berubah menjadi sukacita. Janganlah kita ragu dan bimbang! Segeralah bertindak, seperti respons para gembala ketika mendengar kabar sukacita! Jangan menunda-nunda! Teruslah berjuang! Percayalah pada Tuhan tanpa keraguan apapun! Para gembala tidak khawatir meninggalkan domba-dombanya, dan segera datang mencari berita itu. Terkadang kita lebih bergantung pada harta benda daripada iman percaya kita pada Tuhan.

Hendaklah kita terus memuji dan memuliakan Tuhan, dalam situasi berat sekalipun, karena kita memiliki harapan, dan kita harus membawa harapan bagi keluarga kita, orang di sekitar kita, dan bagi dunia ini! Pada kebaktian Natal ini juga dilaksanakan persembahan palungan, yang akan membawa harapan bagi gereja-gereja yang mengalami kesulitan memperoleh dana untuk pembangunan dan untuk biaya operasional setiap bulannya. Natal adalah harapan. Kristus adalah harapan. Tidak seharusnya engkau membiarkan dirimu terpuruk, jika Yesus datang membawa harapan. Apakah hari-hari ini awan gelap menyelimuti hidupmu? Biarlah Natal memberikan secercah harapan bagimu! Apakah usaha, pekerjaan, dan bisnismu suram, bahkan tak terselamatkan? Apakah pernikahan dan keluargamu menghadapi badai yang keras? Apakah penyakit yang menggerogotimu tampaknya tidak mungkin disembuhkan? Apakah kehidupanmu kacau, berantakan, dan rasanya tidak mungkin dipulihkan? Apakah engkau terikat pada berbagai macam dosa, dan seolah tidak mungkin bebas dari belenggu dosa itu? Izinkanlah Kristus memberi harapan bagimu! Jika kegelapan menyelimutimu, bukan berarti hidupmu sudah tamat. TUHAN belum selesai dengan hidupmu. Berjalanlah dengan harapan! Amin.