Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Maret 2024
Bacaan Alkitab: Yesaya 25:6-9; Mazmur 118:1-2, 14-24; Kisah Para Rasul 10:34-43; Markus 16:1-8
Pagi-pagi benar pada hari Minggu, setelah matahari terbit di ufuk Timur, beberapa orang perempuan pergi ke kubur Yesus (Mrk. 16:2). Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome (Mrk. 16:1). Mereka hendak memberikan pelayanan terakhir terhadap mayat Yesus yang sempat tertunda karena hari Sabat. Sepagi mungkin setelah hari Sabat lewat, mereka berangkat dengan membawa rempah-rempah untuk meminyaki mayat Yesus.
Mengapa para perempuan? Bukankah masih ada murid-murid lain yang lebih gagah perkasa? Hal ini memberi kesan dan pesan tertentu. Di dalam masyarakat patriakhal yang meminggirkan kaum perempuan, justru peranan kaum perempuan diberikan-Nya tempat yang sentral. Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome pagi-pagi benar telah datang ke kubur Yesus dan mereka yang diberikan kesempatan pertama untuk mendengar warta kebangkitan Kristus. Selain itu, mereka pula yang pertama kali diberi kepercayaan untuk mewartakan tentang Krsitus yang telah bangkit. Kaum perempuan yang seringkali dianggap lemah dan tersingkir justru diangkat sebagai duta dan pewarta kabar baik, sedang lelaki yang dianggap kuat justru digambarkan sebagai orang-orang yang mula-mula belum percaya dan masih ragu-ragu terhadap kabar baik itu.
Tiga perempuan itu, Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome adalah wakil perempuan-perempuan lainnya. Mereka diberi-Nya kepercayaan untuk mengambil peranan karena cinta kasih mereka terhadap Tuhan Yesus.
Di dalam pelayanan Tuhan Yesus, para wanita yang senantiasa menyiapkan keperluan-Nya. Pada saat Ia bergumul menghadapi kematian, seorang perempuan yang datang mengurapi-Nya dengan minyak narwastu. Para wanita juga yang berani berada dekat dengan Dia ketika dipaku di atas kayu salib dan menyaksikan kematian-Nya. Mereka tidak pernah menyangkal Yesus, melainkan terus menyertai Yesus hingga Ia mati dan mayat-Nya diletakkan dalam lubang kubur. Setelah lewat hari Sabat, pagi-pagi benar mereka sudah datang ke kubur Yesus.
Ada satu hal yang mereka cemaskan, yaitu batu yang menghalangi. Kelemahan fisik para perempuan yang terjadi dalam konstruksi budaya patriakhal membuat mereka tidak berdaya menghadapi kesulitan fisik yang bakal terjadi. Kata mereka seorang kepada yang lain, “Siapa di antara kita yang mampu menggulingkan batu kubur? Siapa yang mau melakukannya untuk kita?” Mereka mau berkarya, tetapi jalan masih tertutup. Mereka menjadi cemas dan mengeluh. Kecemasan dan keluhan itu wajar, karena batu penutup lubang kubur itu sangat besar.
Apa yang mereka anggap sebagai kesulitan justru diselesaikan Allah bagi mereka. Ketika mereka berada dekat dengan kuburan, mereka melihat bahwa batu yang sangat besar itu sudah terguling. Hal ini penting untuk diperhatikan. Tidak sedikit dari kaum perempuan yang tidak maju bukan karena tidak bisa maju, tetapi mereka takut maju kerena mata, hati dan pikirannya hanya tertuju pada batu kuburan. “Batu kuburan” yang menghalangi perempuan untuk maju dan berperan bisa berupa opini masyarakat, norma-norma dan nilai-nilai budaya yang sempit, atau rasa percaya diri yang lemah. Tuhan sudah buka jalan dengan menggulingkan batu kuburan itu. Lalu mereka melangkah maju ke kubur Yesus. Mereka tidak menemukan mayat Yesus di sana, tetapi mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan di dalam kubur itu. Mereka pun sangat terkejut, sebab orang yang mereka lihat itu adalah malaikat Tuhan. Malaikat itu berkata, “Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu.” (Mrk. 16:6-7)
Tuhan telah membuka jalan bagi mereka, dan Ia juga mamanggil mereka terus berkarya bagi-Nya, yaitu menjadi saksi kebangkitan-Nya. Proses pemanggilan untuk menjadi saksi kebangkitan Kristus diawali dengan penegasan Allah sendiri melalui malaikat-Nya, bahwa Yesus telah bangkit. Namun penegasan itu tidak akan ada artinya bila para perempuan itu masih dikuasai oleh ketakutan. Oleh karena itu, “Jangan takut” adalah pernyataan pertama yang paling dibutuhkan oleh orang yang mau menjadi saksi kebangkitan Kristus. Mereka yang takut, Tuhan beri hati yang berani. Dengan keberanian baru itu, mereka siap menerima kabar baik bahwa Yesus telah bangkit dan siap menjadi saksi kebangkitan Kristus.
Mereka menjadi saksi pertama kebangkitan Kristus. Dengan berani mereka menyampaikan berita kebangkitan itu kepada murid-murid laki-laki Yesus, yaitu Petrus dan teman-teman, seolah-olah tanpa batas gender yang mengungkung kehidupan sosial saat itu. Lalu, bagaikan gelombang yang terus bergulung di dalam sejarah dunia, berita kebangkitan Kristus itu terus tersebar semakin luas dan semakin jauh sampai ke masa kini.
Perempuan memegang peranan penting dalam pelayanan, kehidupan, kematian dan kebangkitan Kristus. Tuhan Yesus tidak mengabaikan perempuan, apalagi menyepelekannya. Perempuan diberi tempat dan tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya dari laki-laki.
Teruslah berkarya, Tuhan sudah buka jalan. Di hadapan Allah, perempuan sepadan dengan laki-laki. Artinya, tidak lebih rendah atau lebih tinggi. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebagai “penolong yang sepadan” bagi Adam (Kej. 2:18, 21-22). Memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, misalnya perbedaan secara fisik dan psikis, tetapi keduanya sama-sama mahkluk yang dikasihi, dihargai, dipercayai dan dipedulikan Allah. Kaum perempuan itu penting di hadapan Tuhan. Sama pentingnya dengan sesama mereka, laki-laki. Dalam banyak peristiwa kaum perempuan memegang peranan penting, meskipun dalam peristiwa lain laki-laki yang diberi peranan penting. Pentingnya perempuan bukan hanya masa lalu, tetapi juga masa kini dan masa yang akan datang. Peranan wanita tidak hanya bersifat domestik, tetapi juga di gereja, masyarakat, dan dunia. Dunia saat ini membutuhkan saksi-saksi kebangkitan Kristus. Bukan kaum lelaki saja yang Tuhan panggil, tetapi juga kaum perempuan. Menjadi saksi Kristus itu perlu diwujudkan dalam hidup, pewartaan, pelayanan dan peranan yang nyata. Teruslah berkarya, Tuhan sudah buka jalan.
Pdt. Andreas Loanka